
Bandung Kabar Indonesia : ” Pembangunan infrastruktur merupakan pilar utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan konektivitas, serta memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Namun keberhasilan proyek infrastruktur tidak hanya ditentukan oleh kecanggihan desain atau besarnya investasi, tetapi terutama oleh bagaimana mutu pekerjaan dijaga sepanjang siklus pelaksanaannya. Pada titik inilah peran pengawas menjadi sangat strategis. Pengawas adalah garda terdepan dalam memastikan bahwa pekerjaan konstruksi berjalan sesuai standar teknis, spesifikasi yang ditetapkan, dan prinsip‐prinsip keselamatan serta keberlanjutan. Optimalisasi peran pengawas karenanya menjadi kebutuhan mendesak dalam konteks meningkatnya kompleksitas proyek dan tuntutan akuntabilitas publik “, ujar Dewan Penasihat DPP Afiliasi Seluruh Tenaga Teknik Infrastruktur (ASTTI) Dede Farhan Aulawi di Bandung, Kamis (11/12).
Hal tersebut ia sampaikan saat dirinya menjadi narasumber dalam webinar terverifikasi dengan judul Optimalisasi Peran Pengawas Dalam Menjaga Mutu Proyek Infrastruktur yang diselenggaran secara online. Menurutnya, pengawas memiliki beberapa peran strategis dalam menjaga mutu proyek infrastruktur. Diantaranya :
Pertama, peran Pengawas sebagai Penjamin Mutu (Quality Assurance). Pengawasan berfungsi memastikan seluruh tahapan pelaksanaan sesuai dokumen kontrak: gambar kerja, RKS, spesifikasi teknis, metode kerja, hingga jadwal. Seorang pengawas yang optimal melakukan verifikasi material, peralatan, dan metode konstruksi secara konsisten. Setiap deviasi yang berpotensi menurunkan mutu harus dideteksi sejak awal melalui inspeksi harian, pengujian laboratorium, dan pencatatan hasil pengamatan. Dengan demikian pengawas tidak hanya menjadi pemeriksa, tetapi juga sistem penjamin mutu yang bekerja preventif.
Kedua, pengawas sebagai Mediator Teknis antara Pemilik Proyek dan Kontraktor. Pelaksanaan proyek kerap memunculkan persoalan teknis yang membutuhkan keputusan cepat. Pengawas menjadi jembatan antara kepentingan pemilik proyek yang menuntut kualitas dan kepentingan kontraktor yang ingin efisiensi. Optimalisasi peran mediator ini ditentukan oleh kemampuan komunikasi, objektivitas, serta independensi pengawas. Keputusan yang diambil harus berbasis data teknis, bukan kompromi pragmatis yang merugikan mutu jangka panjang.
Pada kesempatan tersebut, iapun menjelaskan bahwa mutu pengawasan sangat bergantung pada kapasitas sumber daya manusia. Pengawas yang optimal harus memiliki up-to-date knowledge tentang standar SNI, teknologi konstruksi terbaru, prinsip keselamatan kerja, dan sistem manajemen mutu berbasis ISO. Selain kompetensi teknis, integritas moral merupakan fondasi utama. Banyak kegagalan infrastruktur berawal dari lemahnya kontrol akibat kompromi etis dan konflik kepentingan. Karena itu sertifikasi profesi, pelatihan berkelanjutan, dan penerapan kode etik wajib diperkuat.
Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa optimalisasi pengawasan kini sangat terbantu oleh teknologi digital. Penerapan Building Information Modeling (BIM) untuk memverifikasi kesesuaian desain dan progres fisik, penggunaan drone untuk inspeksi area sulit dijangkau, serta sensor IoT untuk memantau kualitas material dan deformasi struktur secara real-time dapat meningkatkan akurasi dan transparansi pengawasan. Selain itu, sistem manajemen proyek berbasis aplikasi memudahkan dokumentasi, pelaporan, serta pengambilan keputusan berbasis data.
” Mutu proyek sangat dipengaruhi oleh ketepatan dokumentasi pengawas. Laporan harian, mingguan, as-built drawing, foto lapangan, hingga catatan non-conformity menjadi bukti objektif kondisi proyek. Optimalisasi pengawasan menuntut dokumentasi yang rapi, mudah ditelusuri, dan disusun secara sistematis. Dokumentasi yang kuat tidak hanya bermanfaat untuk audit kualitas, tetapi juga sebagai dasar klaim, pembayaran, dan penyelesaian sengketa “, tambahnya.
Kemudian iapun menambahkan bahwa pekerjaan konstruksi sangat rentan terhadap risiko, seperti ketidaksesuaian material, perubahan cuaca, kecelakaan kerja, hingga percepatan waktu yang berdampak pada kualitas. Pengawas yang optimal harus mampu melakukan identifikasi risiko sejak awal, menyusun rencana mitigasi, serta melakukan tindak korektif segera ketika terjadi penyimpangan. Pengawasan bukan hanya reaktif, melainkan proaktif menghadapi kemungkinan penurunan mutu.
Mutu proyek tidak hanya ditentukan oleh pengawas, tetapi oleh seluruh stakeholder. Optimalisasi pengawasan harus didukung tata kelola proyek yang transparan, mekanisme koordinasi yang jelas, serta komitmen dari pemilik proyek untuk memperlakukan pengawasan sebagai fungsi strategis, bukan sekadar formalitas dalam kontrak. Sinergi antara pengawas, konsultan perencana, kontraktor, dan instansi terkait diperlukan untuk memastikan standar kualitas benar‐benar diterapkan di lapangan.
” Jadi optimalisasi peran pengawas dalam menjaga mutu proyek infrastruktur adalah investasi jangka panjang bagi keberhasilan pembangunan nasional. Pengawas yang kompeten, berintegritas, dan didukung teknologi serta tata kelola yang baik mampu memastikan mutu pekerjaan sesuai standar, mencegah kegagalan konstruksi, dan mengurangi pemborosan anggaran. Dalam konteks kebutuhan infrastruktur yang terus meningkat, memperkuat sistem pengawasan bukan lagi pilihan, tetapi keharusan demi menghasilkan infrastruktur yang aman, tahan lama, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat “, pungkasnya.
(Asep Saepudin)
